web hit counter
//
you're reading...

Random

Bersosialisasi

Saya akan membuka paragraf ini dengan fakta bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia hidup dengan membutuhkan orang lain. Untuk itu manusia berkomunikasi, berkawan, dan mengikat diri dengan suatu identitas kelompok sosial. Manusia dalam posisi selalu berusaha bersosialisasi.

sosialisasi/so·si·a·li·sa·si/ n 1 usaha untuk mengubah milik perseorangan menjadi milik umum (milik negara): tradisi tidak memperlancar proses — perusahaan milik keluarga; 2 proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dalam lingkungannya: tingkat-tingkat permulaan dari proses — manusia itu terjadi dalam lingkungan keluarga3 upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga men-jadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat; pemasyarakatan.

bersosialisasi/ber·so·si·a·li·sa·si/ v melakukan sosialisasi: acara rekreasi itu merupakan salah satu kesempatan bagi anak-anak berkelainan untuk – dengan masyarakat.

Bersosialisasi

Bersosialisasi

Bersosialisasi

Belakangan saya menyadari bahwa bersosialisasi itu tidak mudah. Tidak mudah bukan karena sosialisasinya, tapi kondisi di seputar itu yang membuat itu jadi sulit. Sejak dulu sudah tahu sih kalau menjalin hubungan pertemanan itu butuh upaya yang tidak biasa. Modal tiap orang juga berbeda. Ada yang sudah berparas tampan sehingga banyak orang mendekat. Ada yang senyumnya manis sehingga banyak yang merasa nyaman. Ada juga yang kurang percaya diri sehingga orang lain pun ragu untuk sekedar menyapa. Semua modal dasar itu harus diasah sebaik-baiknya dengan cara senantiasa bersosialisasi.

Bersosialisasi itu sekali lagi tidak mudah. Usia bisa jadi batasan, bahkan gender (jenis kelamin) juga bisa menjadi halangan. Agaknya pada usia yang terbilang matang, seseorang semakin selektif dalam bersosialisasi. Semisal di usia 29 seorang gadis sudah tidak lagi bisa main bareng dengan sembarang laki-laki dari segala usia. Kalau diamati, gadis ini harus memilih dengan siapa ia pantas untuk bersosialisasi entah dalam hubungan umum hingga yang khusus (atau spesial).

Sebagai contoh kasus, karena gadis ini posisinya masih jomblo dan tampil menarik, maka banyak laki-laki mendekati dia sebetulnya. Hanya saja, beberapa laki-laki memilih mundur teratur ketika si gadis ini telah memilih untuk main bareng dengan seorang laki-laki. Itupun hanya terjadi sekali waktu karena kondisi tertentu. Padahal dalam maksud si laki-laki ini maupun si gadis adalah sekedar pertemanan. Namun siapa sangka orang lain melihatnya sebagai sebuah hubungan khusus.

Kepada siapa kita berteman dengan cara bagaimana bersosialisasinya rupanya memunculkan tafsir-tafsir tertentu di benak orang sekitar. Kalau kata Yasmin Mogahed saat ditanya “Dapatkah laki-laki dan perempuan berteman?”, jawabannya “Tidak bisa”. Lantaran pada usia tertentu laki-laki dan perempuan akan masuk ke dalam tingkatan matang dalam berhubungan. Dan jalinan itu tidak bisa disebut teman.

Berkaca pada pengalaman pribadi di dunia pekerjaan, saya melihat banyak laki-laki dan perempuan yang telah matang dan sebagian besar dari mereka masih single. Posisi ini tentu berbeda dengan masa-masa SMA atau Kuliah S1, di mana kita bisa berteman dengan seluas-luas dan sebanyak-banyaknya jaringan pertemanan. Di dunia kerja lingkaran sosialisasi kita menyempit. Apalagi kalau saya amati dari yang sudah menikah, entah istri atau suaminya akan mengurangi waktu bersosialisasi di luar rumah. Ya tetap ada waktu untuk itu, tapi sudah jauh berkurang dibandingkan masa lajang dahulu.

Pada usia yang telah matang, seseorang akan mencapai titik jenuh dalam bersosialisasi. Tujuan sosialisasi pada usia matang tidak lagi untuk menambah teman sebanyak-banyaknya. Kuantitas bukan faktor pendorong, pada fase ini justru kualitas yang ingin dikejar. Meski tidak semua orang menyadari hal ini, saya menyimpulkan seperti itu. Lebih baik punya lingkaran pertemanan yang terbatas tapi cukup kuat daripada pertemanan yang luas tapi tidak intens. Tentu ini ada plus dan minusnya.

Kembali ke kasus gadis tadi, bahwa ia mungkin saat ini sedang mencari lingkungan sosial terbatas yang intens. Jika seseorang disambut dengan tangan terbuka, maka pastikan kita mengerti bahwa hubungan yang hendak kita jalin adalah relasi khusus-terbatas yang intens. Tapi ada tapinya, seseorang berteman karena dua alasan:

  1. berteman karena kepribadiannya.
  2. berteman karena identitas kelompok sosialnya.

Nomor 2 itu menjelaskan kenapa kita berteman dengan kolega kerja. Berkawan karena identitas kelompok sosial di atas maksudnya adalah ketika kamu semacam terjebak dengan situasi satu-satunya manusia di sekitarmu adalah kolega kerja. Sehingga secara otomatis sebagian besar kolega kerjamu otomatis adalah temanmu juga. Misal rata-rata orang mulai bekerja pada usia 26 tahun. Usia pensiun adalah sekitar 65 tahun. Ada sekitar 39 tahun usia aktif bekerja di institusi tersebut. Hal yang tidak banyak disadari adalah rata-rata orang akan berteman dengan kolega kerjanya minimal selama 39 tahun (asumsi ia tidak pindah lokasi kerja). Sebuah angka fantastis untuk hubungan pertemanan. Bahkan hubungan si pekerja dengan orang tuanya saja (saat ia mulai bekerja) baru terjalin 26 tahun, maka relasinya dengan kolega kerja lebih panjang dari hubungannya dengan orang tuanya!

Sepanjang 26 tahun itu sudahkah kita memahami selera orang tua? Apakah 26 tahun itu hubungan kita dengan orang tua menjadi semakin dekat? Apakah kita aktif bersosialisasi dengan orang tua? Atau hanya pasif, menganggap fakta bahwa ada orang yang pernah membesarkan kita dan mereka kita sebut sebagai orang tua? Kalau kembali ke atas, saya sebut bersosialisasi itu upaya aktif dan itu susah. Bersosialisasi membutuhkan waktu, biaya, kesehatan, dan yang pasti motivasi.

Poin saya adalah betapa kolega kerja yang kita jadikan teman itu mungkin akan mewarnai kehidupan kita entah secara personal maupun profesional. Untuk penjelasan nomor 1, manusia akan sangat selektif jika harus berteman karena kepribadiannya. Contohnya sih kalau ini seperti mencari sahabat dekat, kekasih, atau pasangan hidup. Sepertinya sih (saya sendiri belum tahu), dalam pencariannya harus betul-betul menjumpai sosok yang nyaman secara kepribadiannya.

Contoh berteman nomor 2 adalah bagi penghobi modifikasi motor. Dia akan berjumpa dengan orang-orang yang juga memiliki kesamaan hobi. Dengan demikian jejaring pertemanannya bertambah disebabkan faktor kesamaan identitas kelompok sosial. Karena pada dasarnya bersosialisasi itu butuh upaya aktif sementara waktu dalam sehari hanya 24 jam, maka dalam berteman tidak semua orang bisa kita rawat komunikasinya. Semakin luas pergaulannya maka semakin berat untuk merawat hubungan pertemanan itu. Kalau boleh nyambung dengan kasus gadis di atas, ia telah bekerja dengan beban jam kerja dari Senin hingga Jumat. Lalu pada akhir pekan ia mengisi waktu bersama keluarga dan teman-teman dekatnya. Pada situasi ini si gadis sudah tidak memungkinkan lagi untuk menambah jejaring pertemanan seluas-luasnya dengan tanpa memperhatikan kondisi keuangan, kesehatan, dan waktu (beban kerja). Semisal bagi kalangan hobi motor, semakin sering mereka membuat acara  bersama maka frekuensi pertemuan meningkat diikuti dengan pengeluaran dan menurunnya kesehatan karena kurang beristirahat. Ditambah kalau mereka mengabaikan pekerjaannya, secara kesehatan mental tidak bagus karena ia berisiko terus-terusan ditekan atasan di kantor.

Kesimpulan tentang bersosialisasi..

Manusia pasti akan terus bersosialisasi dengan mencari proporsi dan titik keseimbangannya. Sementara bersosialisasi adalah keahlian, konsekuensinya ia sangat layak untuk diasah dalam lingkaran teman/keluarga terbatas yang berkualitas. Kecuali kalau kamu ingin mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah, iya sih cara berteman yang ini ya karena ada maunya..