web hit counter
//
you're reading...

College's Life

Fase Akhir S2 Pascasarjana di ITB

Sampailah saya pada fase akhir S2 pascasarjana di ITB. Tanggal 19 Desember lalu alhamdulillah saya berhasil melalui ujian sidang tesis dengan lancar. Berikutnya adalah menanti Yudisium dan Wisuda. Sebelumnya ada dua tulisan tentang sekolah di ITB sebagai berikut.

Kata-kata yang paling tepat menggambarkan suasana di penghujung status mahasiswa S2 adalah TIDAK TERASA. Waktu selama dua tahun memang lama, namun menjalaninya sepenuh hati membuat itu semua tidak terasa. Yaa, kalau fokus dengan hari-hari yang berat memang betul terasa. Ada malam-malam yang lebih panjang dari biasanya sebab harus begadang dan menuntaskan tulisan, atau berkutat dengan coretan dan kertas-kertas untuk menurunkan persamaan.

Fase akhir S2 pascasarjana di ITB ini ingin saya mulai dari Desember 2016. Pada bulan itu sudah warning betul bahwa masa studi saya tinggal setahun lagi. Sementara progres penelitian belum terlihat jelas dan menjanjikan. Problemnya waktu itu adalah mencari objek kajian penelitian yang melibatkan pihak ketiga. Urusannya menjadi pelik sebab saya perlu merekam suara di lokasi ruang-ruang yang ada. Banyak instansi menolak karena khawatir ada kebocoran informasi rahasia dan sebagainya. Saya juga sadar bahwa kehati-hatian itu diperlukan, konsekuensinya penelitian saya tidak jalan.

Kira-kira masa pencarian itu dari Desember 2016 hingga Februari 2017. Pada Februari 2017 sebuah instansi membolehkan penelitian kami bertiga (saya bersama dua mahasiswi Teknik Fisika ITB). Kontan kami bersyukur dan segera mengurus keberangkatan ke lokasi tujuan bersamaan dengan membawa alat-alat laboratorium yang diperlukan. Status di lapangan segera berubah setelah mengetahui kondisinya sebagai berikut. Pimpinan tertinggi menyetujui, manajer di bawah mengikuti atasan, sementara pimpinan menengah tidak menyetujui. Akhirnya kami ditolak mentah-mentah dan tidak jadi melaksanakan pengukuran. Sakit hati karena sudah sampai di lokasi dan pulang dengan hampa. Ada komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Ini jadi trauma bagi saya pribadi. Sebab tidak hanya nasib diri sendiri, tapi juga kelulusan dua mahasiswi tadi jadi taruhan. Pelajaran penting ke depan perlunya transparansi dari kedua pihak, dan lebih baik menolak melanjutkan daripada di-PHP oleh mereka.

Maret 2017 pembimbing mengarahkan agar mengubah haluan penelitian pada objek kajian yang dekat. Syukur pada tahap ini lancar jaya dan semua data sudah bisa diperoleh dengan mudah dan cepat. Selain itu kedua mahasiswi yang saya bimbing juga punya target wisuda Juli 2017. Untuk itu kami harus saling bahu-membahu meringankan tugas. Terlaksanalah pengumpulan data menggunakan kuesioner serta perekaman audio secara ambisonik (3D surround). Pada bulan ini juga saya memasukkan abstrak penelitian tahap pertama ke konferensi internasional INTER NOISE 2017 di Hong Kong. Acaranya berlangsung pada akhir Agustus 2017.

Mei 2017 adalah akhir dari semester tiga di S2 ITB. Tidak terasa sekali lagi, waktu saya tinggal satu semester untuk menyelesaikan studi. Masih ada tahap dua dari penelitian ini yang belum selesai, yaitu membangun simulator soundscape untuk objek kajian terpilih. Pada bulan ini tentu masih ada perkuliahan yang harus dituntaskan dan tentunya ujian-ujian di masa UTS maupun UAS. Di antara semua kesibukan itu saya harus menuntaskan manuskrip utuh untuk konferensi INTER NOISE 2017 pada akhir Mei. Yah, syukurlah semua dilalui dan berhasil dikumpulkan tepat pada waktunya.

Juni 2017 adalah bulan Ramadhan pertama dan mungkin terakhir saya di Bandung. Karena Juni 2016 saya menjalani puasa seutuhnya di Malang, maka Juni 2017 saya ingin menikmati puasa di Bandung. Tidak ada aktivitas akademik berarti. Justru saya menyibukkan diri dengan aktivitas non-akademik seperti bergabung dengan komunitas lokal maupun nasional yang ada di Bandung. Selama puasa kondisi badan melemah karena tiap jam sahur saya harus keluar rumah untuk mencari lauk-pauk, sementara nasi sudah buat sendiri. Nah pada jam-jam itu hawa Bandung sangat dingin dan basah (karena hujan). Mengingat juga kalau saya tinggal di bagian tinggi Bandung, Dago Pakar.

Juli-Agustus 2017 adalah lebaran Idul Fitri dan liburan yang panjang. Pulang ke kampung halaman dan juga pergi ke rumah sesepuh dari keluarga besar. Momen seperti ini kalau bukan ditanya kapan lulus ya kapan nikah. Kepala sudah kepikiran aja mau segera lanjut mengerjakan tesis karena di rumah sebagian besar waktu ya main-main aja. Kondisinya nggak bisa diseriuskan, karena rumah memang selalu menjadi rumah.

15 Agustus 2017 sudah memaksa balik ke Bandung. Meski perkuliahan belum dimulai saya harus segera awal sampai di Bandung untuk mengistirahatkan badan. Bayangkan perjalanan kereta Bandung-Malang yang memakan waktu 17 jam lamanya. Tentu bahkan bisa lebih jika waktu persiapan packing, perjalanan dari rumah Bandung ke stasiun (atau stasiun ke rumah Malang), dan menunggu kereta berangkat di stasiun dihitung. Intinya badan betul-betul lelah. Dengan badan yang diistirahatkan lebih awal dari jadwal perkuliahan harapannya saya bisa lebih siap menjalani hari di kampus. Alasan lainnya adalah saya harus mempersiapkan perjalanan ke Hong Kong pada 25 Agustus 2017. Sekitar 10 hari sejak sampai di Bandung. Nggak main-main sih, ini pengalaman pertama saya ke luar negeri untuk kegiatan ilmiah. Sebelumnya pernah ikut konferensi internasional tapi di Bandung aja.

September 2017 sepulang dari konferensi membawa pulang banyak pengalaman dari Hong Kong. Ada inspirasi riset dan hikmah kehidupan orang cina di sana. Selanjutnya ingin segera berlari menuntaskan tesis yang dengan ragu-ragu apa betul bisa selesai dalam waktu yang singkat? Agar Januari 2018 tidak perlu membayar separuh SPP saya harus sudah sidang Desember 2017. Kira-kira tinggal 3 bulan waktu saya untuk betul-betul menyelesaikan semuanya. Kalau sudah begini saya teringat perjuangan dulu S1 di UGM saat menyelesaikan skripsi sementara laptop hilang dua kali. Saat ini kondisinya jauh lebih baik, semua tersedia dan tidak ada yang hilang. Saya bersyukur dan berusaha sekuat tenaga mengerjakan tesis. Sudah jadi kebiasaan bagi seorang Rifqi untuk sampai di kampus pada jam 7 pagi dan pulang paling akhir. Tiga bulan ini saya tidak punya waktu bersosial, lingkungan saya terbatas pada lingkup laboratorium dan kampus saja. Pada akhir pekan saya tidak pergi kemana-mana karena badan sudah lelah dengan aktivitas tesis. Akhir pekan saya habiskan dengan menonton serial TV dan anime.

Oktober 2017 semakin panik dengan deadline. Rupanya September tidak begitu efektif, masih ada waktu-waktu yang bukan terbuang sih tapi memang tidak efektif. Secara praktis studi yang saya kerjakan adalah pengembangan dari penelitian tingkat S3 di Salford University, Manchester, United Kingdom. Memahami teori dan praktikal semua saya lakukan sendiri, sembari berkali-kali saya bertanya kepada beliau yang lulusan Salford. Bulan kemarin saya habiskan waktu di depan laptop untuk membaca ratusan literatur dan berlaman-laman web yang berisi informasi tentang soundscape, ambisonik, reproduksi, dan simulasi. Hal-hal seperti ini tidak semua bisa dijelaskan kolega saya yang lulusan Salford itu, semata-mata karena membutuhkan waktu banyak dan saya ini levelnya S2 harus mandiri. Pada bulan-bulan sebelumnya saya membeli drawing pad untuk membuat catatan digital hasil belajar saya. Beberapa kali hasil belajar saya itu saya bagikan ke grup WhatsApp lab, sambil menyimak feedback dari pembimbing dan teman-teman. Bulan ini saya sudah lebih firm sehingga mulai siap untuk memulai menulis dokumen tesis. Beruntung pada semester sebelumnya ada kelas Metodologi Penelitian dan Tesis I/II yang membuat saya secara terpaksa harus menulis Bab 1 dan 2. Sebetulnya Bab 3 juga, tapi pada akhirnya banyak yang berubah bahkan saat sidang nanti juga berubah. Oktober ini saya merampungkan penelitian tahap dua berupa implementasi simulator soundscape untuk merekayasa dimensi persepsi manusia.

November 2017 sebetulnya ada deadline paper jurnal di Sage Publishing. Dalam waktu bersamaan dokumen tesis saya butuh perhatian, cieh. Lagi on fire untuk menulis tesis tapi ada distraksi juga untuk menulis di Sage. Pada akhirnya saya gagal untuk menyerahkan manuskrip lengkap karena saya masih ingin lulus tepat waktu dan jurnalnya nanti menyusul saja. Selain itu kewajiban mahasiswa S2 dalam negeri cukup menulis artikel pada skala nasional saja atau konferensi internasional. Syarat tersebut sudah terpenuhi dengan keikutsertaan saya di INTER NOISE 2017, alhamdulillah. Tanggal 30 November adalah batas akhir waktu pengumpulan syarat seminar terbuka. Dalam hati sebetulnya panik, tapi gesture gopoh nggak akan mempercepat pekerjaan. Saya jalani hari-hari dengan santai dan tenang, pokoknya setiap hari harus ada kemajuan. Tidak terasa draft tesis itu selesai dengan kondisi yang apa adanya. Syarat seminar berhasil diserahkan dan saya memperoleh jadwal seminar pada 5 Desember 2017.

Desember 2017 menandai penghujung tahun dan bulan senyatanya perjuangan menuntaskan tesis. Inilah sebenar fase akhir S2 pascasarjana di ITB saya. Singkat cerita 5 Desember saya melaksanakan seminar tersebut bersama teman seperjuangan, Kevin Leonardo. Usai itu saya menerima masukan dari pembimbing bahwa flow presentasi saya sudah baik, hanya saja ada beberapa catatan dalam presentasi data yang besar kemungkinan dapat disalahpahami oleh penguji nantinya. Saya segera memperbaikinya. Tepat dua pekan setelah itu yaitu 19 Desember saya melaksanakan sidang tesis colloquium. Alhamdulillah setelah memperbaiki file presentasi dan menyiapkan draft tesis yang terevisi pada hari-hari sebelumnya saya menjalani hari itu dengan gembira. Pukul 10.30 sidang berjalan dihadiri dua orang dosen pembimbing, seorang dari ITB dan satu lagi dari UGM. Juga dihadiri dua dosen yang bertindak sebagai penguji, mereka berasal dari Teknik Fisika ITB. Saya selesaikan presentasi dalam waktu persis 30 menit dengan pujian. Selanjutnya proses tanya jawab berlangsung dimulai dari Pak Iwan, Ph.D lalu Bu Mira, Ph.D. Diluar.. mahasiswa mengenal Pak Iwan sebagai seorang yang sangat kritis dan detil. Beruntung saya sudah mempersiapkan itu semua dibantu dua pembimbing yang luar biasa, Pak Joko, Ph.D dan Bu Tami, Ph.D.

Ada kejadian unik terjadi sesaat sidang belum digelar, saya iseng memberikan naskah tesis ke teman lab saya, Iva. Saya meminta dia mengomentari atau bertanya atas studi yang sudah saya kerjakan. Pertanyaan Iva ternyata keluar di sidang siang itu. Saat Pak Iwan bertanya hal yang persis detil saya tertawa bahagia dalam hati, aha! saya tahu jawabannya. Ujian sidang tesis tetap fundamental terutama pada bagian rekayasa metode. Berulang-ulang sejak tahun lalu Bu Tami sudah mewanti-wanti saya perihal ini. Agaknya setelah menjalaninya saya baru mampu menyerap hikmah itu. Ya, jenjang S2 memang dituntut istimewa dalam hal penguasaan metode-metode dan rekayasa metode. Reasoning menjadi bobot penting dalam ujian ini. Pekerjaan kita setahun lebih akan diragukan dalam ruangan ini. Dua jam berlalu dengan menyenangkan, saya menanti pertanyaan-pertanyaan yang lebih menusuk.. berkat doa orang tua penguji tampak puas dengan jawaban-jawaban saya dan bahkan memuji. Saya diminta keluar sembari penguji berdiskusi apakah akan meluluskan saya. Saya keluar dengan hati yang betul-betul lega, akhirnya momen studi pascasarjana saya sampai juga pada momen hari ini. Tidak lama saya kembali ke ruang ujian dan menerima selamat dari pembimbing dan penguji atas keberhasilan saya.

Selanjutnya masih ada revisi tulisan yang amat banyak. Bukan apa-apa, saya ini masih perfeksionis. Semua detil tulisan betul-betul saya perhatikan, sebab karya inilah yang entah bertahun-tahun lagi akan saya lihat sebagai pencapaian saya dalam hidup. Mungkin tesis ini akan menginspirasi anggota keluarga besar saya, tetangga, atau anak saya sendiri nantinya. Tidak ada yang tahu, saya ingin mempersembahkan yang terbaik! Selain itu sikap ihsan (lebih tinggi dari sekedar profesional) adalah akhlaq Rasulullah dan tentu saja tulisan ini adalah senyata dakwah yang berwujud karya bagi sekitar.

Proses pengurusan kelulusan ini belum selesai, pernyataan resmi bahwa saya lulus adalah pada Yudisium Jurusan di 11 Januari 2018. Untuk itu saya harus merampungkan revisi, menuntaskan buku tesis, dan menyerahkan syarat-syarat lainnya pada waktunya. Sementara wisuda terdekat berlangsung pada 6 April 2018. Tulisan ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan finansial dari beasiswa LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Terima kasih LPDP, aku pasti mengabdi!

Memulai Karir sebagai Dosen


InsyaAllah catatan pengalaman fase akhir S2 pascasarjana di ITB akan saya update terus hingga April 2018. Terutama akan ditambah foto-foto yang berkaitan dengan kegiatan akademik saya. Terima kasih sudah berkunjung, semoga bermanfaat.

Bandung, 21 Desember 2017

Cheers,
Rifqi Ikhwanuddin