Dalam tulisan ini akan diceritakan bagaimana saya belajar foto nikahan. Well, amatir banget dan kamera yang digunakan juga mungkin nggak jelas. Hhe.
Pada Agustus 2014 seingat saya itu pertama kali saya jadi tukang foto di acara nikahan. Gear nya hanya pinjaman, Nikon D3100 dan berlensa zoom lumayan tele seingat saya sampai 175mm. Inilah hasil foto-fotonya. Klik untuk memperbesar gambar.

Agak masuk memang ada tenda. Jumlah cahaya jadi kurang banget. Pake ISO 1600 hasilnya banyak noise, jelas.

Terlihat terlalu warm nggak sih? Warna pink dan biru mbak nya jadi rusak gitu. Terus ISO 1600 jadi noise gitu, meski ga banyak.

Bermain depth lalu tidak aktifnya face detection. Hasilnya satu wajah (lumayan) fokus, yang lain jadi bokeh. Haduh. 🙁
Dari kesan setelah jepret-jepret di tahun itu ya puas-puas aja. Bagus ya. Tapi sekarang 2016 punya kamera sendiri, ngerasa sedih kenapa belum paham teknik fotografi yang benar. Saya yakin itu bukan masalah pake kamera apa tapi juga siapa yang mengendalikan. Man behind the gun. Sekilas masalah dari 11 foto di atas akan bertumpu pada tiga pengaturan kunci yaitu ISO, Shutter Speed, dan Aperture. Nah untuk teknik framing, angle, dan lain-lain nggak saya bahas.
Bicara tentang segitiga fondasi fotografi ini harus kita tahu konsekuensi masing-masing pengaturan.
- ISO tinggi: mengaktifkan banyak piksel di sensor agar sangat sensitif, siap menerima cahaya, kalau tidak ada cahaya jadi bercak noise yang random, gambar ada bercak.
- ISO rendah: menurunkan sensitivitas sensor kamera, menahan penyerapan cahaya yang berlebih, menghindari noise yang tidak perlu, gambar tajam.
- SS cepat: menangkap momen secepat mungkin (sesingkat mungkin), ekspos cahaya ke sensor sangat singkat, hasil gambar bisa jadi gelap kalau kurang cahaya, gambar sangat tajam untuk objek bergerak.
- SS lambat: menangkap momen selama mungkin, ekspos cahaya ke sensor jadi lama, hasil gambar jadi pasrah sama arah datang cahaya, gambar menerima semua perubahan posisi sumber cahaya (blur) jadi tidak tajam.
- Aperture lebar: gambar bokeh, menerima cahaya sebanyak-banyaknya, terasa gambar hidup ada perbedaan jaraknya.
- Aperture sempit: gambar apa adanya, mempersempit jumlah cahaya yang datang, gambar tidak punya perbedaan jarak.
Belajar Foto Nikahan
Kalau kamu dapat tugas jadi dokumentasi di acara nikahan temen secara amatir, kira-kira ini yang harus kamu perhatikan.
- Konsep acara pernikahan. Konsep apa sih yang mereka gunakan dalam pernikahannya? Seperti posisi panggung: tinggi, datar, jauh, pojok, dan lain-lain. Bagaimana alur datangnya tamu, kecepatan mereka berjalan, arah datangnya pengantin, dan seterusnya. Konsep ini akan berpengaruh dari posisi mana kamu akan mengambil gambar. Saran saya lakukan survei dan ngobrol sama yang punya konsep. Jangan sampai kamu nggak paham dan miss dengan beberapa momen penting. Acara di atas lokasinya sempit dan sirkulasi tamu agak sulit diikuti.
- Cahaya. Kapan acara ini dilakukan? Siang atau malam? Apakah berada di dalam ruang? Saran saya optimalkan cahaya tambahan untuk memberikan cahaya yang banyak. Hal ini menguntungkan kamera yang punya sensor kurang baik. Cukup dengan ISO rendah di bawah 1000 bisa bermain dengan nyaman. Tinggal bermain dengan SS dan Aperture. Pada 11 foto di atas acara siang tapi cahaya kurang karena ada tenda.
- Bergerak. Gerakan bisa jadi musuh kamera. Kalau kita nggak bisa menebak ke mana arah gerakannya itu gawat, berarti kita kehilangan momen. Untuk itu harus cantik bermain SS. Sayangnya kalau SS dinaikkan hasilnya adalah gambar yang gelap. Kalau ISO dinaikkan hasilnya banyak noise, padahal Aperture udah mentok paling lebar. Lagi-lagi kembali ke nomor 2, optimalkan cahaya tambahan.
- Kenali kamera. Wah memang kalau belum punya kamera sendiri agak sulit ya. Apalagi pada pengalaman sebelumnya saya nggak tahu apakah di Nikon D3100 itu ada fitur face detection. Kalau ada kan saya bisa aktifkan sehingga tidak terjadi foto bokeh padahal wajah orang. Maaf, hhe. Jadi harus ngerti gimana mengatur kamera yang dipegang.
- Lensa. Penting nggak penting sih, ini ngaruh ke konsep acara pernikahannya. Kalau sering main jarak ya pake tele/zoom lense. Kalau masih bisa jalan mendekati objek yang prime/fix lense. Untuk urusan bokeh itu nggak melulu harus disorot dari jauh. Dari dekat pun tetap bisa bokeh, syaratnya kejar nilai Aperture serendah mungkin yaitu f/1.2 – 2.8 misalnya, itu artinya bukaan selebar-lebarnya. Tapi biasanya lensa ber aperture f/1.4 mahal banget. Heuheu.
- Komunikasi. Well, udah jaman smart phone kan yaa. Semua hape bisa buat foto lumayan bagus. Semua orang ingin mengabadikan setiap momen pakai hapenya sendiri-sendiri. Nah kita yang pakai kamera beneran sering kali nggak dapat jatah posisi, karena terhalangi mereka semua. Haha, nasib! Nah kalau bisa sebelum ini terjadi komunikasikan dengan MC atau konseptor acara tentang kebolehan menggunakan hp bagi tamu undangan untuk memotret. Kalau kita ingin serius mengabadikan momen dengan kamera beneran ya sebaiknya prioritaskan pengguna DSLR maupun mirrorless.
Setelah agak belajar dikit selama 5 bulan terakhir dengan Fujifilm X-T10, inilah hasil foto saya untuk acara pernikahan sepupu di Jakarta Selatan. Impresi dari kamera Fuji ini ditemani lensa kit 18-55mm f2.8-4.0 seru banget. Warnanya buat kulit itu ngerasa pas aja ga perlu filter macem-macem bagi yang mau upload ke Instagram.

Tajamnya itu lho. Bokehnya itu lho. Meski framing nya untuk ini kurang ke bawah dikit lagi. Almost perfect!

Lampu ruangan sudah kuning. Hati-hati dengan pengaturan kameranya, jangan ikutan terlalu kuning juga. ISO nya ketinggian, SS terlalu lambat hanya 1/30 jadi ada noise.

Tangkap momennya! Berarti SS harus cepat, Aperture selebar mungkin agar dapat bokeh, dan ISO sensitif secukupnya jangan sampai gelap atau noise.

Kalau tahu cerita cara mendapatkan foto ini susah juga lho. Ada ibu-ibu pake tab-nya bukan panitia beraninya maju mendekat menghalangi kami yang memang tugasnya foto-foto. Heuheu.

Ini yang foto adek saya. Overall bagus. Terutama ada pencahayaan yang asik dari kanan dan kiri. Tapi ISO ketinggian, yang seting adek saya pakai 3200. Jadi kelihatan ada noise nya.

Sejujurnya saya ga tahu ada konsep kayak gini. Yaudah improvisasi aja nyari posisi yang enak buat ambil gambar. Tapi kalau bisa sih diberitahu ya sejak awal.
Yah itulah hasil belajar foto nikahan saya selama beberapa tahun terakhir. Namanya juga masih belajar, kalau tidak mengikuti kaidah-kaidah fotografi karena yang pegang gantian sama adek saya masih kelas 1 Aliyah (SMA).
Kalau boleh diringkas dari kondisi terbaru di atas, kalau ada cahaya yang cukup sebisa mungkin manfaatkan dengan menurunkan ISO. Jangan sampai udah berlimpah cahaya masih aja ada noise. Kalau kurang cahaya terus naikin ISO nah itu wajar, kalau ada noise juga wajar. Kestabilan Fuji untuk bermain di SS 1/30 itu hebat menurut saya. Nyaris tidak ada blur. Permainan warna juga secara ajaib sudah beres sejak jepretan.
Oh ya buat kalian yang punya saran tentang penggunaan Fujifilm X-T10, lensa 18-55mm dan 50-230mm jangan sungkan tinggalkan jejak komentar di bawah. Kebetulan lensa tele masih anteng di boks kardus. Belum tahu mau dipake buat foto apa. Hehe, makasih udah mampir.
Cheers, Rifqi.
*Semua foto di atas adalah screenshot layar monitor dari foto asli. Kalau upload foto asli lumayan juga, masing-masing mencapai 6-12 MegaPixel.
Discussion
No comments yet.